
Perjuangan Kerajaan Bali dalam Melawan Penjajahan Belanda – Pulau Bali yang terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan budayanya ternyata juga memiliki sejarah panjang dalam melawan penjajahan. Meskipun wilayah ini tidak sebesar Jawa atau Sumatera, semangat rakyat dan raja-raja Bali dalam mempertahankan kedaulatan patut dikenang. Perjuangan mereka melawan Belanda menjadi salah satu bab penting dalam sejarah perjuangan nasional Indonesia.
Kedatangan bangsa Belanda ke Bali bermula pada abad ke-17, ketika mereka melalui VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) berupaya menguasai jalur perdagangan di Nusantara. Pada awalnya, Belanda hanya tertarik pada hasil bumi dan jalur dagang. Namun, seiring waktu, keinginan mereka untuk menguasai secara politik dan ekonomi semakin besar.
Bali, dengan struktur kerajaan-kerajaannya yang kuat seperti Kerajaan Klungkung, Buleleng, Badung, Karangasem, dan Tabanan, menjadi target ekspansi kolonial. Salah satu alasan utama Belanda menyerang Bali adalah karena praktik tawan karang, yaitu kebijakan kerajaan Bali yang menganggap kapal karam di perairannya menjadi milik kerajaan. Kebijakan ini dianggap mengganggu perdagangan Belanda di wilayah tersebut.
Belanda memanfaatkan situasi politik internal Bali yang terpecah menjadi beberapa kerajaan kecil. Meskipun sama-sama berasal dari etnis dan budaya yang serumpun, antar-kerajaan sering terjadi konflik atau perebutan kekuasaan. Kondisi inilah yang dijadikan alasan oleh Belanda untuk melancarkan politik adu domba (divide et impera) demi memperluas pengaruhnya di Bali.
Dari sinilah bermula rangkaian pertempuran heroik yang dikenal sebagai Perang Bali, yang berlangsung dalam beberapa tahap sepanjang abad ke-19.
Perang Bali dan Semangat Puputan
Salah satu peristiwa paling terkenal dalam sejarah perlawanan Bali terhadap Belanda adalah Puputan, yang berarti “perang habis-habisan” atau “pertarungan sampai titik darah penghabisan”. Puputan bukan hanya simbol perlawanan fisik, tetapi juga semangat spiritual dan kehormatan masyarakat Bali dalam menolak penindasan.
1. Perang Buleleng (1846–1849)
Perang ini merupakan awal dari konfrontasi besar antara Belanda dan kerajaan-kerajaan di Bali. Belanda menuduh Kerajaan Buleleng melakukan tindakan “perompakan” terhadap kapal Belanda akibat kebijakan tawan karang. Pada tahun 1846, pasukan Belanda yang dipimpin oleh Laksamana Michiels menyerang pelabuhan Singaraja.
Raja Buleleng, I Gusti Ngurah Made Karangasem, bersama rakyatnya berusaha mempertahankan wilayahnya dengan gigih. Namun, karena kekuatan militer Belanda yang jauh lebih unggul, Buleleng akhirnya jatuh. Meski begitu, semangat perlawanan rakyat tidak padam. Mereka tetap melakukan serangan gerilya dan mempertahankan kehormatan kerajaan hingga akhir hayat.
2. Puputan Badung (1906)
Salah satu peristiwa paling heroik dalam sejarah Bali adalah Puputan Badung. Pada tahun 1906, Belanda menyerang Kerajaan Badung dengan alasan serupa: kerajaan dianggap tidak tunduk dan masih menerapkan hukum adat yang bertentangan dengan kepentingan kolonial.
Ketika pasukan Belanda mengepung Denpasar, Raja Badung I Gusti Ngurah Made Agung memilih untuk tidak menyerah. Ia memimpin rakyatnya, mengenakan pakaian adat putih, membawa keris, dan berjalan menuju medan perang tanpa rasa takut. Mereka tidak berniat mundur, bahkan tidak menggunakan senjata api, melainkan hanya senjata tradisional seperti keris dan tombak.
Peristiwa ini berakhir tragis namun penuh kehormatan. Ribuan rakyat dan bangsawan Bali gugur dalam pertempuran tersebut. Meskipun kalah secara militer, Puputan Badung menjadi simbol keberanian luar biasa rakyat Bali yang lebih memilih mati terhormat daripada hidup terjajah.
3. Puputan Klungkung (1908)
Setelah jatuhnya Badung dan Tabanan, Klungkung menjadi satu-satunya kerajaan besar di Bali yang masih mempertahankan kedaulatannya. Raja Klungkung, Dewa Agung Jambe, menolak tunduk kepada Belanda. Pada tanggal 28 April 1908, pasukan Belanda melakukan serangan besar-besaran ke Klungkung.
Sama seperti di Badung, rakyat dan keluarga kerajaan Klungkung juga melakukan Puputan. Raja Dewa Agung Jambe bersama pengikutnya berperang sampai mati demi menjaga kehormatan dan kemerdekaan Bali. Pertempuran ini menandai berakhirnya kekuasaan kerajaan-kerajaan Bali secara politik, namun semangat perjuangan mereka terus hidup di hati rakyat.
Makna dan Warisan Perjuangan Kerajaan Bali
Perjuangan kerajaan-kerajaan di Bali melawan Belanda memiliki makna yang sangat dalam bagi sejarah bangsa Indonesia. Meskipun secara militer mereka kalah, secara moral dan spiritual, rakyat Bali justru menang. Mereka membuktikan bahwa nilai keberanian, kehormatan, dan cinta tanah air jauh lebih tinggi dari sekadar kekuasaan duniawi.
Konsep Puputan menjadi simbol nasional tentang perjuangan tanpa pamrih dan pengorbanan total demi kemerdekaan. Semangat ini menginspirasi perjuangan di wilayah lain di Nusantara, seperti perlawanan Diponegoro di Jawa dan perlawanan Cut Nyak Dhien di Aceh.
Selain itu, perlawanan Bali menunjukkan bahwa semangat nasionalisme telah tumbuh bahkan sebelum munculnya pergerakan nasional di awal abad ke-20. Masyarakat Bali berjuang bukan karena pengaruh luar, melainkan karena kesadaran sendiri untuk mempertahankan martabat dan kebebasan.
Hingga kini, nilai-nilai perjuangan itu masih hidup dalam budaya Bali. Tradisi upacara, seni tari, dan ritual keagamaan sering kali menyiratkan penghormatan kepada leluhur yang gugur dalam perjuangan. Monumen seperti Monumen Puputan Badung di Denpasar dan Monumen Puputan Klungkung menjadi pengingat nyata atas keberanian dan pengorbanan rakyat Bali di masa lalu.
Kesimpulan
Perjuangan kerajaan-kerajaan Bali dalam melawan penjajahan Belanda merupakan salah satu kisah paling heroik dalam sejarah Indonesia. Dari Perang Buleleng, Puputan Badung, hingga Puputan Klungkung, semuanya mencerminkan semangat rakyat Bali yang teguh mempertahankan kehormatan dan kebebasan mereka.
Walaupun akhirnya kekuasaan kerajaan di Bali berakhir, namun semangat juang mereka tidak pernah padam. Peristiwa-peristiwa itu menanamkan nilai-nilai keberanian, kesetiaan, dan cinta tanah air yang menjadi bagian penting dari identitas bangsa Indonesia.
Semangat Puputan mengajarkan kepada kita bahwa kemerdekaan bukan hanya tentang kebebasan politik, tetapi juga tentang mempertahankan harga diri dan martabat sebagai manusia dan bangsa. Dari tanah Bali, kita belajar bahwa perjuangan sejati tidak selalu diukur dari kemenangan, melainkan dari keberanian untuk berdiri tegak menghadapi ketidakadilan — hingga titik darah penghabisan.