
Jejak Perjuangan Muhammadiyah dan NU dalam Membangun Bangsa – Sejarah bangsa Indonesia tak bisa dilepaskan dari peran besar dua organisasi Islam terbesar di negeri ini, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Keduanya lahir pada awal abad ke-20, masa ketika rakyat Indonesia sedang bergulat melawan penjajahan dan kebodohan. Meski berbeda dalam pendekatan dan corak gerakan, baik Muhammadiyah maupun NU memiliki satu tujuan yang sama: membangkitkan umat Islam agar maju, berilmu, dan berperan aktif dalam perjuangan bangsa.
Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada 18 November 1912. Organisasi ini muncul sebagai gerakan pembaruan Islam yang menekankan pentingnya pendidikan, rasionalitas, dan kemurnian ajaran agama berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis. Melalui pendirian sekolah-sekolah modern, rumah sakit, dan panti sosial, Muhammadiyah berupaya meningkatkan kesejahteraan umat serta menumbuhkan semangat kemandirian.
Sementara itu, Nahdlatul Ulama (NU) berdiri pada 31 Januari 1926 di Surabaya atas prakarsa para ulama pesantren seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Hasbullah, dan KH Bisri Syansuri. NU hadir sebagai wadah bagi para ulama tradisional yang ingin menjaga warisan Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, melestarikan nilai-nilai pesantren, serta mempertahankan tradisi keagamaan yang berakar kuat di masyarakat. Dengan semangat kebersamaan dan cinta tanah air, NU berperan penting dalam menjaga harmoni sosial dan keislaman di tengah masyarakat Nusantara.
Peran dalam Perjuangan dan Pembangunan Bangsa
Baik Muhammadiyah maupun NU tidak hanya bergerak di bidang keagamaan, tetapi juga turut aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Keduanya menjadi kekuatan moral dan sosial yang mendorong rakyat untuk bersatu melawan penjajahan.
Pada masa pergerakan nasional, banyak tokoh Muhammadiyah seperti Ki Bagus Hadikusumo dan Kasman Singodimedjo yang berperan penting dalam perjuangan politik dan penyusunan dasar negara. Muhammadiyah melalui jaringan pendidikannya berhasil melahirkan banyak cendekiawan dan pemimpin bangsa. Di sisi lain, NU dengan kekuatan pesantrennya turut menggerakkan rakyat melalui fatwa dan seruan jihad melawan penjajah, terutama saat Resolusi Jihad yang dikumandangkan oleh KH Hasyim Asy’ari pada tahun 1945.
Setelah kemerdekaan, kedua organisasi ini tetap aktif berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Muhammadiyah terus mengembangkan lembaga pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga universitas, serta lembaga kesehatan dan sosial di seluruh Indonesia. NU juga fokus dalam memperkuat pendidikan pesantren, dakwah, serta pemberdayaan masyarakat melalui lembaga-lembaga seperti Lembaga Pendidikan Ma’arif dan Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah NU (LAZISNU).
Kedua organisasi ini juga sering bekerja sama dalam berbagai bidang, terutama dalam penguatan moderasi beragama, peningkatan kualitas pendidikan Islam, serta pemberdayaan ekonomi umat. Perbedaan pandangan yang pernah muncul tidak menjadi penghalang bagi keduanya untuk tetap berperan sebagai penjaga moral bangsa.
Kesimpulan
Jejak perjuangan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama menjadi bukti nyata bahwa kekuatan agama dan pendidikan dapat menjadi fondasi penting dalam membangun bangsa. Keduanya lahir dari semangat keislaman dan keindonesiaan yang tinggi, berjuang di bidang sosial, pendidikan, dan kemanusiaan untuk membawa masyarakat menuju kemajuan.
Hingga kini, Muhammadiyah dan NU tetap menjadi dua pilar besar yang menopang keberagaman dan persatuan Indonesia. Dengan semangat “Islam Berkemajuan” dari Muhammadiyah dan “Islam Rahmatan lil ‘Alamin” dari NU, keduanya terus berperan aktif menjaga nilai-nilai moral dan membimbing umat menuju masa depan yang lebih baik.