
Sejarah dan Kejayaan Kerajaan Palembang Darussalam – Kerajaan Palembang Darussalam merupakan salah satu kerajaan Islam yang pernah berjaya di wilayah Sumatera Selatan. Berdirinya kerajaan ini tidak lepas dari sejarah panjang Palembang sebagai penerus kebesaran Kerajaan Sriwijaya, kerajaan maritim besar yang berpengaruh di Asia Tenggara pada abad ke-7 hingga abad ke-13. Setelah Sriwijaya runtuh akibat serangan kerajaan-kerajaan lain seperti Chola dari India dan Majapahit dari Jawa, wilayah Palembang tetap menjadi pusat perdagangan penting di Sumatera.
Sekitar abad ke-15, Islam mulai berkembang pesat di Palembang melalui jalur perdagangan dan dakwah para ulama serta pedagang dari Arab, Gujarat, dan Aceh. Proses islamisasi ini membuat masyarakat Palembang secara perlahan meninggalkan kepercayaan lama dan beralih pada ajaran Islam. Pada masa inilah muncul pemerintahan baru yang berlandaskan Islam, dan kemudian dikenal dengan nama Kesultanan atau Kerajaan Palembang Darussalam.
Pendiri kerajaan ini adalah Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidul Imam, yang dinobatkan pada tahun 1659 Masehi. Ia merupakan keturunan bangsawan Palembang yang memeluk Islam dan berhasil menyatukan wilayah sekitar Sungai Musi. Dengan dukungan para ulama dan tokoh masyarakat, Sultan Abdurrahman menjadikan Palembang sebagai pusat pemerintahan dan penyebaran agama Islam di Sumatera bagian selatan.
Nama “Darussalam” sendiri berarti “negeri yang damai”, mencerminkan cita-cita kerajaan ini untuk menjadi wilayah makmur, adil, dan religius. Dalam sistem pemerintahannya, Palembang Darussalam dipimpin oleh seorang sultan yang memiliki kekuasaan politik dan keagamaan sekaligus. Pemerintahan berjalan berdasarkan hukum Islam, dengan lembaga syariat yang mengatur urusan sosial dan hukum masyarakat.
Wilayah kekuasaan Palembang Darussalam cukup luas, meliputi daerah yang sekarang dikenal sebagai Sumatera Selatan, sebagian Jambi, Bengkulu, dan Lampung. Letak geografisnya di tepi Sungai Musi menjadikan kerajaan ini strategis dalam perdagangan. Palembang menjadi pelabuhan penting yang ramai oleh pedagang dari berbagai daerah, termasuk Jawa, Kalimantan, dan Malaka.
Masa Kejayaan dan Hubungan dengan Bangsa Asing
Kerajaan Palembang Darussalam mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I (1724–1758). Di bawah kepemimpinannya, Palembang menjadi kerajaan yang kuat secara politik, ekonomi, dan militer. Sungai Musi menjadi jalur perdagangan utama yang menghubungkan pedalaman Sumatera dengan lautan, menjadikan Palembang pusat aktivitas ekonomi yang ramai.
Sumber utama kemakmuran kerajaan ini berasal dari perdagangan lada, timah, emas, rotan, dan hasil bumi lainnya. Banyak pedagang asing datang ke Palembang, seperti dari Cina, Arab, India, dan Eropa. Palembang bahkan memiliki hubungan diplomatik dengan Kesultanan Banten dan Johor, serta menjalin kerja sama dagang dengan bangsa Belanda dan Inggris.
Namun, hubungan dengan bangsa asing tidak selalu berjalan baik. Pada awalnya, Belanda melalui VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) hanya bermaksud berdagang. Akan tetapi, seiring waktu, mereka ingin menguasai perdagangan dan sumber daya Palembang. Ketegangan mulai meningkat, terutama karena kerajaan menolak monopoli dagang yang diterapkan VOC.
Setelah VOC bubar dan digantikan oleh pemerintahan Hindia Belanda, konflik kembali muncul. Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II (1804–1821), Palembang menjadi salah satu pusat perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Sultan Mahmud Badaruddin II menolak tunduk kepada kekuasaan asing dan menentang keras campur tangan Belanda dalam urusan kerajaan.
Pada tahun 1819, pecahlah Perang Palembang I, di mana pasukan Belanda mencoba menyerang, namun berhasil dipukul mundur oleh pasukan kerajaan. Keberhasilan ini menunjukkan kekuatan militer dan semangat juang rakyat Palembang. Namun, pada tahun 1821, Belanda kembali dengan kekuatan yang lebih besar. Dalam Perang Palembang II, istana Kuto Besak berhasil direbut dan Sultan Mahmud Badaruddin II akhirnya ditangkap serta diasingkan ke Ternate.
Meskipun kekuasaan kerajaan berakhir secara politik, semangat perjuangan rakyat Palembang tidak pernah padam. Sultan Mahmud Badaruddin II dikenang sebagai pahlawan nasional Indonesia karena keberaniannya melawan penjajahan dan mempertahankan kedaulatan Palembang Darussalam.
Selain kekuatan militer, masa kejayaan kerajaan juga terlihat dari perkembangan budaya dan agama. Kesultanan Palembang Darussalam dikenal sebagai pusat pendidikan Islam di Sumatera bagian selatan. Banyak ulama dan santri dari daerah sekitar datang untuk belajar di Palembang. Sultan memberikan perhatian besar pada pembangunan masjid, madrasah, serta penyebaran ilmu pengetahuan agama.
Salah satu peninggalan penting dari masa ini adalah Masjid Agung Palembang, yang dibangun pada masa Sultan Mahmud Badaruddin I dan disempurnakan pada masa Sultan Mahmud Badaruddin II. Masjid ini menjadi simbol kejayaan dan pusat kegiatan keagamaan hingga kini.
Dalam bidang kebudayaan, Palembang Darussalam juga melahirkan berbagai karya seni, seperti sastra Arab-Melayu, seni ukir, dan kain songket Palembang yang terkenal keindahannya. Semua ini mencerminkan kemajuan peradaban dan tingginya nilai estetika masyarakat Palembang pada masa itu.
Pengaruh dan Peninggalan Kerajaan Palembang Darussalam
Meskipun secara politik kerajaan ini akhirnya ditaklukkan oleh Belanda, pengaruhnya tetap terasa hingga sekarang. Palembang Darussalam meninggalkan warisan budaya, keagamaan, dan arsitektur yang masih dapat disaksikan di berbagai tempat di Sumatera Selatan.
Salah satu peninggalan paling menonjol adalah Masjid Agung Palembang, yang menjadi bukti kejayaan Islam dan arsitektur khas Melayu dengan perpaduan gaya Tionghoa dan Eropa. Selain itu, Benteng Kuto Besak juga merupakan peninggalan monumental yang menjadi pusat pemerintahan pada masa kesultanan. Hingga kini, bangunan tersebut masih berdiri megah di tepi Sungai Musi sebagai simbol sejarah kejayaan masa lalu.
Dari segi budaya, Palembang mewariskan tradisi kesultanan, adat istiadat Melayu, serta bahasa dan sastra klasik. Kain songket, misalnya, bukan sekadar hasil kerajinan tangan, tetapi juga simbol kemewahan dan status sosial pada masa kerajaan. Warisan ini kemudian berkembang menjadi bagian penting dari identitas budaya Palembang modern.
Selain warisan fisik, nilai-nilai Islam yang kuat dari masa Kesultanan Palembang Darussalam juga masih hidup dalam kehidupan masyarakat. Tradisi keagamaan seperti pengajian, peringatan Maulid Nabi, dan penggunaan gelar bangsawan seperti “Kiagus”, “Raden”, dan “Masagus” berasal dari sistem sosial kerajaan masa lalu.
Dalam konteks sejarah nasional, Kerajaan Palembang Darussalam memiliki peran penting dalam menyebarkan agama Islam di wilayah Sumatera bagian selatan dan sekitarnya. Banyak ulama yang lahir dari kerajaan ini kemudian menyebarkan ilmu ke berbagai daerah, sehingga memperkuat identitas Islam di Nusantara.
Kesimpulan
Kerajaan Palembang Darussalam merupakan salah satu kerajaan Islam penting dalam sejarah Indonesia. Sebagai penerus kejayaan Sriwijaya, kerajaan ini berhasil membangun peradaban yang maju, religius, dan berpengaruh di bidang perdagangan, politik, serta kebudayaan.
Di bawah kepemimpinan sultan-sultan besar seperti Sultan Mahmud Badaruddin I dan II, Palembang tidak hanya mencapai puncak kemakmuran ekonomi, tetapi juga menjadi simbol perlawanan terhadap penjajahan. Semangat perjuangan dan nilai-nilai Islam yang ditanamkan pada masa itu masih melekat kuat dalam kehidupan masyarakat Palembang hingga kini.
Warisan sejarahnya, seperti Masjid Agung, Benteng Kuto Besak, dan tradisi songket, menjadi bukti nyata kejayaan masa lalu yang terus dikenang. Kerajaan Palembang Darussalam tidak hanya meninggalkan kisah tentang kekuasaan dan perang, tetapi juga tentang kebanggaan, budaya, dan keteguhan iman — nilai-nilai yang menjadi bagian penting dari sejarah bangsa Indonesia.